Mencari Hikmah dan Kebenaran Sejati di Era Sains Modern
Tidak semua masyarakat sains mau memahami bahwa Tuhan ada
dan senantiasa mengawasi dan mengatur alam DALAM kehidupan ini, banyak hal
yang sebenarnya belum diungkap.
Ilmu sains yang luar biasa ini masih saja ada
bagian alam yang tidak bisa dihitung pasti. Anasir-anasir sains memang sangat
hebat. Mampu menghantarkan manusia sampai titik ini. Zaman Modern. Bagaimana
tidak? bangunan bisa kita lihat menjulang tinggi dan teknologi digital zaman
ini bukankah luar biasa?
Namun sains dan teknologi memang memberi manfaat, namun di
sisi lain ternyata juga memberikan dampak negatif pada kerusakan lingkungan,
pemanasan global, dan krisis masalah sosial-ekonomi-politik. Adapun dalam
masyarakat sains dan diri manusia-manusia modern ala Barat, di dalamnya
mengalami kekeringan spiritual. Gersang. Tandus dan gerah. Sehingga, hikmah dan
kebahagiaan sejatinya telah menyublimtertelan tragedi.
Pun, kebenaran rahasia alam yang dikandung di dalam sains
adalah kebenaran sementara. Bukan kebenaran yang sifatnya mutlak dan sejati.
Artinya, ia sah-sah saja bila nantimengalami pergeseran paradigma ketika ada
penemuan lain yang kebenarannya diakui oleh masyarakat sains.
Menurut Thomas Kuhn, perpindahan paradigma akan terjadi
dalam jalur yang tidak linear.
Kemudian, pergeseran paradigma itu membuka
pendekatan baru untuk memahami sesuatu yang lain yang dianggap lebih benar dari
yang sebelumnya. Selain itu, kebenaran ilmiah tidak hanya melalui ditetapkan
kriteria objektif saja, melainkan juga dari konsensus-konsensus komunitas
ilmiah.
Kebenaran sains merupakan kebenaran yang dianggap mendekati
kebenaran. Karena tidak ada kesimpulan sains yang mutlak benar. Pasti ada
sesuatu yang tidak bisa dipastikan. Sesuatu yang belum bisa dipastikan secara
eksak misalnya adanya angka koma dibelakang konstanta-konstanta rumus sains.
Kita ambil contoh rumus yang sangat familiar, yakni phi (π).
Rumus ini banyak ilmuwan yang memikirkan bagaimana menghitung jari-jari
lingkaran. Sehingga memiliki rumus dan pendekatan-pendekatan yang berbeda.
Pertama misalnya yang drumuskan oleh John Machin (1706),
rumusnya 4*arc tan (1/5) – arc tan (1/239).Di sisi lain, pada abad ke-5, ahli
astronomi China menemukan pendekatan yang menurutnya paling benar sampai enam
angka desimal adalah 355/113.Ada juga pada tahun 1737, Leonhard Euler, memiliki
pendekatan π-nya dari lingkaran berjari-jari kelipatan 7 adalah 22/7.
Sementara itu, ribuan tahun yang lalu,ternyata sudah
tercatat bahwa ilmuwan bernama Archimides mampu menghitung nilai dari rumus π
dengan menggunakan pendekatan dari sebuah heksagon beraturan, yang
dilipatgandakan jumlah sisinya sampai 96 sisi. Dari situ, nilai π ditemukan lebih
dari 223/71tetapi kurang dari 220/70atau 223/71 < π < 220/70, dan nilai
pendekatan 220/70 yang disederhanakan menjadi 22/7inilah yang paling populer.
Ada juga yang menghitungnya dengan cara menggunakan fungsi
limit dalam perhitungan kalkulus. Rumus yang dapat dipakai adalah π = lim
3600/a*sin(a/2).Dan masih ada pendekatan-pendekatan lain yang tidak bisa
dibahas dalam tulisan pendek ini.
Adapun nilai π sampai 100 angkadesimal adalah
3.1415926535897932384626433832795028841971693993751058209749445923078164062862089986280348253421170679…
Catatan dari Wikipedia sekarang, perkiraan manual π dipegang
oleh William Shanks, yang menghitung 527 digit pada tahun-tahun sebelumnya
1873. Kemudian pertengahan abad ke-20, perkiraan π telah menjadi tugas
komputer digital elektronik; pada November 2016, catatannya adalah 22,4
triliun digit. Pada Maret 2019 Emma Haruka Iwao, seorang karyawan Google dari
Jepang yang dihitung dengan rekor dunia baru panjang 31 triliun angka dengan
bantuan layanan cloudkomputasi.
Entah, siapa lagi nanti yang menghitung angkanya,
kemungkinan besar akan terus bertambah. Jadi sebenarnya, nilai eksak dari π
belum pernah dapat ditentukan.
Kekuasaan Tuhan dan Akal Manusia
Sebagai manusia yang memiliki kehidupan yang sementara ini
(temporal life), sudah sewajarnya untuk selalu ingat ada Tuhan yang
menciptakanseluruh jagad raya. Ini adalah tanda-tanda kebesaran-Nya. Bahwa di
alam ada sesuatu yang tidak bisa dipecahkan oleh akal dan indra manusia.
Namun persoalannya tidak semua masyarakat sains mau memahami
bahwa Tuhan ada dan senantiasa mengawasi dan mengatur alam.
Hal ini karena
sains yang menghasilkan rumus itu, didasari oleh pandangan dunia (worldview)
tertentu dalam memahami hakikat alam ini. Dimana pandangan dunia ini nanti akan
mempengaruhi kesimpulan dan sikap seseorang. Jika ia memandang dunia ini dengan
kacamata dualisme-sekularisme, maka ia akan tidak menerima informasi-informasi
yang datang dari agama karena tidak empiris-ilmiah, sehingga Agama dan Sains
menurut mereka sebaiknya dipisah saja.
Kesimpulan itu didapat melalui perjalanan yang panjang.
Orang-orang Barat telah lama membahas dialektika metafisika dan fisikayang
menautkan hakikat dan hubungan kausalitas adanya Tuhan dan adanya alam. Sejak
zaman Yunani Kuno sampai zaman modern. Walhasil, Peradaban Barat memilih
sekular. Memisahkan yang fisik dan metafisik. Jadi, kalau membicarakan Sains,
jangan membicarakan agama.
Tak jemu kita kembali terangkan. Semua terjadi sejak
teosentrisme yang bergeser menjadi antroposentrisme.Hal ini jelas karena pernyataan
sekular lahir dari tokoh-tokoh teolog mereka sendiri.
Salah satu seorang teolog
agama Barat, Harvey Cox dalam bukunya yang sangat terkenal ‘The Secular
City’ mengatakan bahwa sains bisa berkembang dan maju, jika di dunia ini
dikosongkan dari tradisi atau agama yang menyatakan adanya kekuatan
supernatural di dunia ini. Menurutnya, jika dunia ini dianggap manifestasi dari
kuasa supernatural, maka sains tidak akan maju danberkembang.
Pernyataan sekular juga keluar dari pemikir besar dan
berpengaruh, yakni Emanuel Kant. Katanya pengetahuan itu adalah mungkin, namun
metafisika adalah tidak mungkin, karena tidak berlandaskan panca indra. Kant
disini membuat demarkasi yang tegas bahwa agama adalah tidak ilmiah dan sains
adalah imiah.
Kemudian, ideologi sekular ini akhirnya mejadi fondasi
kepada berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan. Disinilah letak
ketidakmurniannya dan kenetralannya ilmu sains modern. Ia sesungguhnya
terpengaruh budaya Barat.Hal ini membuat ilmu itu tidak sejati.
Mencari Kebenaran Sejati dengan Integrasi Ilmu
Kenapa perlu melakukan kajian integrasi ilmu oleh masyarakat
muslim? Karena kajian integrasi ilmu merupakan dampak dari adanya penggunaan
pandangan hidup Barat yang menjadi ‘trendsetter’ dalam sistem pendidikan
nasional maupun internasional. Latar belakang itulah yang perlu digarisbawahi.
Karena masyarakat Muslim seharusnya memakai sistem dan konsep
pendidikannya sendiri yang khas.
Adapun dalam dialog pengembangan ilmu pengetahuan, ada empat
tipologi hubungan Agama dan Sains. Pertama, adalah hubungan konflik. Contoh
populernya adalah kisah Nicolas Copernicus dan Galileo Galilei yang
menemukanpusat tatasurya adalah Matahari, bukan Bumi.Hal ini membuat agamawan
di Barat ketika itu tidak mau menerimanya lantaran menyalahi dogma ajarannya.
Lau, apa yang terjadi? Kedua ilmuwan itu dihukum dan disiksa. Diinquisisi.
Kedua, adalah relasi independensi. Disini terjadi otonomi
masing-masing dari pihak Agamawan dan kaum intelektual di Barat.
Sendiri-sendiri, tidak mau saling mengurusi lagi. Sama-sama dipandang
saling memberi kerugian dari kedua belah pihak.
Ketiga, adalah relasi dialogis. Dalam hubungan ini, agama
dan sins mulai saling membuka hati. Mencari bagian agama dan bagian sains yang
memiliki kesamaan untuk didialogkan bersama untuk membentuk hal yang
konstruktif dan bahkan bisa saling mendukung.
Keempat, adalah relasi integrasi.Tipe hubungan integrase ini
lebih membangun dari pada tipe ketiga. Hubungan inilah yang perlu digalakkan.
Terutama umat Islam yang dalam sejarahnya tidak memiliki sejarah yang sama
dengan hubungan agama dan sains di Barat.
Adapun sains dan ilmu pengetahuan Barat, memang kita kritik,
namun bukan berarti Islam anti semua yang dari Barat.Peradaban Islam telah
terbukti dalam pencapaian kemegahannya pada abad keemasannyamampu membangun
peradaban melalui Ilmu dari peradaban Yunani yang sempat hilang, disalin dan
diserap ke dalam Peradaban Islam oleh para Ulama. Ilmu dari Ulama Muslim itulah
yang diambil Barat sehingga mereka bangkit dan mengalami renaissance dari zaman
kegelapan sampai zaman modern sekarang ini.
Dalam integrasi ilmu, akan ditemukan bahwa sains modern dan
ajaran agama dari al-Qur’an dan as-Sunnah sama-sama dianggap memiliki pandangan
dunia yang saling berhubungan. Dan ajaran Agama yang berpusat pada sistem
Tauhid, dijadikan basis sains dan ilmu pengetahuan tanpa harus
memisahkannya.Dalam diskusi filsafat ilmu di ruang epistemologi, al-Qur’an dan
as-Sunnah disebut sebagai ‘Khabar Ṣādiq’ (berita yang benar) dan
salah satu sumber ilmu pengetahuan yang sah.
Jadi perlu untuk adil dalam ilmu pengetahuan. Ilmu mengenal
Allah adalah ilmu yang paling utama dan paling tinggi bagi seorang Muslim dari
cara pandang Islam (Islamic
Worldview).
Logika sederhana, tidak mungkin Ssains yang merupakan kebenaran
yang kebenarannya hasil dari konsensus kebenaran yang disepakati dan bersifat
sementara itu,lebih tinggi nilainya dari pada kebenaran al-Qur’an.
Sains akan diposisikan sebagai salah satu ilmu penting yang
tidak ada pertentangan dengan ajaran Agama. Dimana manusia boleh mempelajari
dan menggunakan Sains itu untuk kepentingannya hidup di dunia dan yang dapat
membantunya mencari bekal di akhirat. Sederhanya, al-Qur’an bukanlah
kitab sains, namun inspirasi-inpirasi sains ada dalam al-Quran. Jadi, al-Qur’an
itu lebih dari sains.
Al-Qur’an berisi konsep yang bersifat seminal.
Seminal
konsep ini perlu diturunkan kembali menjadi konsep. Lalu konsep itu digunakan
untuk mengembangkan sains dan teknologi. Bersamaan itu juga, teknologi yang
akan dicipta dikawal dengan kerangka Maqāṣid al-Syarī’ah dan tradisi
intelektual Islam para ulama Salaf.
Begitulah pembahasan secara umum bagaimana mengintegrasikan
sains dan agama. Dari sinilah akan terbentuk kebenaran sains yang tidak sekular
dan tetap dalam lajur satu kebenaran sejati. Kemajuan akan lebih bermakna dan
hikmah akan tetap menyala di hati.Wallahu’alam.*
0 komentar:
Posting Komentar