Kisah Bocah Perindu Mushollah
=======================
“ASSALAMU’ALAIKUM… Ummi, buka pintuuuu…!”
Suara teriakan bocah-bocah lelaki bersahut-sahutan menggema di lorong
perumahan yang lebih familiar disebut perumahan lahan.
Mereka pulang dari melaksanakan shalat berjamaah maghrib dan
isya di mushalla yang dikhususkan untuk anak MI (SD).
Berjalan kaki sejauh kurang lebih 300 meter melewati jalan kecil dengan lampu penerang 10 watt.
Mendengar suara teriakan salam mereka dari jauh dengan suara
ngos-ngosan karena berlari, biasanya sesampai di rumah saya akan menembak
mereka dengan pertanyaan:
“Habis cerita hantu yah sama teman-teman?”
Mereka mengangguk sambil cengar cengir.
Lalu mengalirlah cerita-cerita horor yang diceritakan temannya sepanjang jalan, pastinya cerita ala anak-anak yang gak masuk akal dan lumayan mengocok perut, namun tetap harus diluruskan agar tidak berakibat pada kerepotan Umminya menemani ke WC atau sekadar ambil gelas.
Sampai sekarang masih heran kenapa anak laki-laki senang
sekali cerita horor, apakah itu bagian dari fitrah lelaki yang suka dengan
tantangan?
Selain kisah tentang cerita horor, gak sedikit pengalaman
seru lainnya yang anak-anak rasakan selama shalat berjamaah di mushalla. Ada
kegiatan halaqah cilik, muhadhoroh/ceramah (untuk melatih keberanian tampil
didepan umum), nobar (nonton bareng) plus kerja bakti membersihkan mushalla.
Ada rasa bahagia yang hanya terbayar dengan bayangan surga
kala melepas mereka berjamaah ke mushalla, terutama di subuh hari.
Wajah-wajah mengantuk berjuang untuk bangkit melawan
kemalasan.
Tak berhenti lidah ini bercerita tentang janji surga dan
keutamaan orang yang berjamaah subuh sampai mata mereka terbuka.
Membangunkan anak shalat subuh bukanlah perkara yang mudah.
Namun sebagai orangtua, ada motivasi bahwa kerja keras mendidik anak adalah
investasi dunia dan akhirat.
Kita hanya berusaha, ukuran keberhasilan bukan pada pandangan
manusia.
Kini, pertengahan April 2020, sudah sebulan lebih lorong perumahan kami sepi
dari teriakan salam para bocah lelaki selepas isya. Merekapun mengaku rindu
menginjakkan kaki di mushalla.
Dua orang anak lelakiku pernah nekat pergi berjamaah di
masjid besar tanpa sepengetahuan saya, namun hanya sekali saja. Setelah itu
saya jelaskan lebih detail adanya pelarangan akibat wabah global virus corona
jenis baru tersebut.
Tidak ada harapan yang lebih besar kecuali banyaknya hikmah
yang kita temukan selepas berlalunya pandemi Covid-19 ini.
Semoga jejak tarbiyah pada generasi pelanjut ini tak hilang
digerogoti virus dan kelalaian.
Dan semoga Allah memberi kita umur yang berkah, kembali
melaksanakan aktivitas kebaikan di luar rumah, anak-anak bisa kembali
menjejakkan langkah kaki mungil mereka menuju mushalla.(*)
0 komentar:
Posting Komentar