Niat Kuat untuk Sedekah Jadikan Pria Ini Selalu Mudah
Bersedekah
===========================
Karena tidak punya ilmu, jadi kemana-mana saya bawa parang
atau cangkul. Kerja apa saja. Asal bermanfaat bagi orang lain. Itu saya lakukan
setiap hari.
Kebiasaan itu diungkap seorang warga Kelurahan Teritip dalam
satu silaturahim jamaah Masjid Ar-Riyadh, Balikpapan, Kalimantan Timur,
pertengahan Syawal 1440 H lalu.
Seiring usianya menginjak paruh baya, kebiasaan itu
disebutnya berjalan sejak belasan tahun silam. Yakni berkeliling di sekitar
rumah mencari proyek “jariyah”. Baginya, pantang sarapan pagi sebelum
berinvestasi akhirat lebih dulu.
Berbagai pekerjaan sosial lalu dilakukan. Menimbun jalan
berlubang, mengalirkan genangan air di jalan, sampai memanjat tangga, sekadar
menyambung kabel listrik yang terjuntai.
Masih dengan modal “jariyah” atau pahala yang terus
mengalir, pemilik warung kecil di rumahnya itu juga dikenal dengan kegemaran
bersedekah.
Menurutnya, infak atau sedekah tersebut tak harus menunggu
jadi kaya. Tidak mesti dengan nominal yang banyak. Sebagaimana sedekah tak
melulu menggunakan uang atau harta.
“Tak masalah sedekah seribu atau dua ribu rupiah. Asal
istiqamah setiap hari,” ucapnya sambil mengutip satu hadits Nabi tentang
keutamaan kontinyu dalam beramal. Untuk itu, ia memilih kotak celengan di
masjid dekat rumah sebagai sarana berlatih membersihkan hartanya.
Dengan kebiasaan di atas, bapak itu mengaku punya pengalaman
unik yang susah dilupakan. Pernah satu ketika, tiba-tiba ada orang menanyakan
nomor rekeningnya dan langsung mengirim uang dalam jumlah besar.
Kejadiannya, ayah 7 orang anak tersebut sedang dilanda gelisah.
Bukan karena apa. Ia baru saja mendengar ada “lelang infak” untuk kebutuhan
renovasi lantai masjid, tempat ia biasa shalat lima waktu berjamaah.
Sayangnya, saat pengumuman, ia merasa benar-benar paceklik.
Tak ada yang dipunyai kecuali sekadar menutupi kebutuhan sehari-hari. Anehnya,
tetap saja ada bisikan optimis untuk terus bisa berpartisipasi nanti.
Dalam kondisi gelisah, ponsel jadulnya tiba-tiba berbunyi.
Tampak sederet nomor memanggil. Minta segera dijawab. Satu persatu angka itu
diamati pelan. Aneh berulang dibaca, nomor tersebut tak kunjung dikenalnya
pula.
Ia bahkan heran. Maklum, saban waktu, ia hanya melayani
pelanggan warung atau membersihkan halaman rumahnya. Ia bukan pengguna android.
Tidak juga punya akun medsos layaknya orang yang punya banyak relasi dan
kenalan di dunia maya.
Penasaran. Ia pun mengangkatnya.
“Halo. Ini dengan Bapak Fulan ya?” Sambil menyebut namanya,
menirukan suara si penelepon.
“Iya benar. Ada apa ya?”
“Saya minta nomor rekening Bapak. Ini ada titipan rezeki
buat Bapak.”
Tak sempat melunasi penasarannya. Kini rasa itu malah
meloncat berlipat-lipat Bagaimana mungkin ada orang tak dikenalnya, tiba-tiba
mau mengirim uang kepadanya.
“Awalnya sempat ragu juga. Tapi seolah ada yang membisik
tentang keajaiban infak dan sedekah. Ini pasti pertolongan Allah,” ujarnya
yakin.
Usai kejadian “aneh”, Bapak itu mengaku langsung menelepon
seorang ustadz. Kepadanya, ia langsung menceritakan peristiwa takjub tersebut.
Menurutnya, tidak terbayangkan bagaimana kalau seluruh
jamaah masjid rutin bersedekah setiap hari. Bagaimana kalau satu lingkungan
masyarakat, semuanya bersedekah seribu atau dua ribu rupiah setiap waktu.
Bagaimana kalau orientasi manusia berubah, dari senang menerima jadi gemar
berbagi dan memberi.
“Sederhana. Ringan. Tapi penuh keajaiban. Itulah pertolongan
Allah,” jelasnya memberi motivasi.
“Sayang waktunya sudah habis ya? Sebenarnya saya bukan
penceramah. Tapi rasanya banyak betul mau dibilang di mimbar ini,” tutupnya
sambil disambut senyum para jamaah Masjid Ar-Riyadh.(*)
0 komentar:
Posting Komentar