Ramadhan Bulan Jihad
RAMADHAN identik dengan puasa. Namun bulan ini juga
merupakan bulan jihad.
Menurut Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tarikh Thabari,
pada bulan Sya’ban tahun ke-2 H turun perintah untuk menjalankan ibadah puasa
Ramadhan. Para Sahabat dan umat Islam sampai sekarang senantiasa
menjalankannya.
Pada pertengahan bulan Ramadhan saat itu juga terjadi
peristiwa amat penting. Yaitu Perang Badar al-Kubra, perang besar pertama
melawan orang-orang kafir Makkah. Dan kaum Muslimin memperoleh kemenangan
gemilang.
Allah ﷻ menghimpun dua kekuatan sekaligus, yaitu perintah
puasa dan perang besar. Itulah sebabnya puasa tidaklah identik dengan lesu,
lemas, tak bersemangat, dan tak berdaya, seperti yang distigmakan selama ini.
Jika kita berkaca pada sejarah, Ramadhan sejatinya adalah
bulan daya tahan, keberanian, ketangguhan, serta kemenangan. Inilah bulan kekuatan,
karena kekuatan yang sesungguhnya adalah mental dan spiritual.
Bahkan Fathu Makkah (penaklukkan kota Makkah) pun terjadi
pada pertengahan Ramadhan. Pembukaan wilayah Andalusia oleh Thariq bin Ziyad
(92 H) juga terjadi di bulan puasa (92 H).
Pasukan pendahuluan yang dipimpin oleh Tarif Abu Zar’ah
dikirim untuk mengetahui keadaan Andalusia pada Ramadhan 91 H. Pasukan Thariq
bin Ziyad kemudian berangkat hampir setahun berikutnya.
Thariq dan pasukannya berhadap-hadapan dengan pasukan
Visigoth di bawah pimpinan Roderic, penguasa Kristen Visigoth terakhir di
negeri itu, pada akhir Ramadhan 92 H. Pasukan Muslim unggul. Terbukalah jalan
bagi penaklukan sebagian besar wilayah Andalusia.
Namun peperangan di bulan Ramadhan tak selalu berakhir
dengan kemenangan atas musuh. Ada pula bentuk kemenangan lain, yaitu mati
syahid.
Peristiwa Balat asy-Syuhada’ adalah salah satu contohnya.
Berawal dari ekspedisi pasukan Muslim Andalusia yang dipimpin oleh Abdul Rahman
al-Ghafiqi memasuki wilayah Prancis utara (114 H).
Mengutip Ibn Khaldun, al-Maqqari dalam The History of
the Mohammedan Dinasties in Spain (Nafh al-Thibb) menulis, “… pada bulan
Ramadhan tahun 114 (Oktober 732), pasukannya (al-Ghafiqi) dihancurkan di satu
tempat yang disebut Balat asy-Syuhada’. Ia sendiri (al-Ghafiqi) termasuk yang
mati syahid.”
Kalau pasukan Muslim ketika itu menang, “…barangkali tafsir
al-Qur`an pada masa sekarang ini akan diajarkan di sekolah-sekolah Oxford,”
tulis Muhammad Abdullah Enan dalam bukunya Decisive Moments in the History
of Islam.
Perang Ain Jalut (tahun 1260) juga terjadi pada bulan
Ramadhan. Pasukan Muslimin dari Dinasti Mamluk di Mesir yang dipimpin oleh
Saifuddin Qutuz dan Baybars berhasil menaklukkan pasukan Mongol.
Ancaman Mongol ketika itu adalah mimpi buruk bagi Mesir. Dua
tahun sebelumnya Mongol berhasil meluluhlantakkan adidaya Baghdad serta
menghabisi penduduknya. Tambah lagi Mongol bersekutu dengan sisa-sisa pasukan
salib di Suriah.
Atas izin Allah ﷻ, pasukan Muslim berhasil menaklukkan
keperkasaan pasukan Mongol di sebuah tempat bernama Ain Jalut (Mata Air
Goliath) di wilayah Palestina.
“Mamluk bukan hanya menghentikan laju Mongol ke Barat,
tetapi –ini sama pentingnya – mereka juga meruntuhkan mitos tak terkalahkannya
Mongol,” tulis David W Tschanz pada artikelnya di Aramcoworld “History’s Hinge
‘Ain Jalut”.
Kesuksesan di Ain Jalut menjadi hadiah indah di penghujung
Ramadhan tahun itu. Begitulah, puasa adalah kekuatan.*
0 komentar:
Posting Komentar