Bolehkah Zakat untuk Masjid dan Panti Asuhan?
Pada komunitas yang potensial mempunyai cadangan dana untuk
membangun masjid dari dana non zakat, maka tidak dapat menggunakan dana zakat
untuk membangun
Assalamu’alaikum wr wb
Ustadz yang terhormat, bolehkah dana zakat diperuntukkan
bagi pembangunan masjid atau asrama panti asuhan? Karena ada teman yang
mengatakan kalau hal itu tidak boleh.
Mohon jawabannya, terima kasih –Dian
Jawab:
Wa’alaikum Salam Warahmatullah Wabarakatuh
Zakat adalah suatu bentuk kepedulian sosial yang Allah
wajibkan atas kaum muslimin yang memenuhi syarat. Sektor-sektor sosial yang
hendak dientaskan oleh zakat telah Allah tentukan sebagaimana firmannya:
إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ
عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ
ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan
Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS.
at-Taubah: 60)
Tampak jelas bahwa secara langsung Allah tidak menyebut
masjid/tempat ibadah dan panti asuhan adalah termasuk dalam bagian sektor yang
dapat dibiayai oleh zakat. Dalam hadispun tidak didapati adanya riwayat Nabi
menyatakan, melakukan maupun menyetujui adanya pendistribusian ke sektor itu.
Namun, masalahnya, apakah keduanya termasuk dalam salah satu di antara asnaf
(golongan/sektor) yang delapan itu?
Terkait dengan penggunaan untuk panti asuhan yang memang
dikhususkan bagi anak-anak terlantar dan kekurangan, maka sangat mudah untuk
dipahami akan kebolehannya, -terlepas apakah si terlantar tersebut yatim maupun
tidak- sebab, mereka ini termasuk dalam golongan fakir atau miskin.
Konsekwensinya, karena panti tersebut dibangun dengan menggunakan uang fakir
miskin, maka secara permanen gedung tersebut beserta fasilitas yang dibiayai
dengan jatah sektor itu, harus diperuntukkan bagi mereka.
Adapun pembangunan masjid apakah termasuk dalam salah satu
di antara asnaf delapan, utamanya fi sabilillah?
Di sini terjadi perbedaan pendapat di antara ulama. Jumhur
ulama berpendapat, makna fi sabilillah hanya terbatas pada jihad, sehingga
bentuk-bentuk pendistribusian untuk membangun masjid, jembatan, jalan dan
beasiswa pendidikan –misalnya- tidak dapat dibiayai dari jatah golongan ini.
Sementara al-Kasani dari Madzhab Hanafi memaknai fi
sabilillah sebagai segala bentuk sektor kebaikan. Tetapi Madzhab Hanafi
mensyaratkan, zakat harus diserahkan sebagai hak milik seseorang. Maka dari
itu, sekalipun pembangunan masjid dan contoh lain di atas termasuk dalam sektor
kebaikan, tetap saja tidak dapat dibiayai dengan dana zakat, sebab masjid tidak
dapat dimiliki oleh seseorang, baik pribadi maupun kolektif. (Wahbah
al-zuhaili, al-Fiqh al-Islami, II/875)
Dalam menengahi perbedaan ini, al-Qardhawi memperkuat
pendapat jumhur ulama, fi sabilillah adalah jihad (perjuangan),
tetapi dengan pengertian lebih luas yang meliputi perjuangan bersenjata (inilah
yang lebih cepat ditangkap oleh pikiran), jihad ideologi (pemikiran), jihad
tarbawi (pendidikan), jihad da’wi (dakwah), jihad dien
(perjuangan agama), dan lain-lainnya. Sebab kesemuanya untuk memelihara
eksistensi Islam dan menjaga serta melindungi kepribadian Islam dari serangan
musuh (Fiqh al-Zakah : 638).
Maka dengan keluasan makna jihad ini, begitu pula makna asnaf
yang lain, mengenai pembangunan masjid ini dapat dipilah sebagai berikut:
a. Untuk komunitas miskin yang belum ada masjid bagi mereka
dan tidak mempunyai potensi dana sosial non zakat untuk membangunnya, maka
boleh bagi mereka menggunakan dana zakat atas nama/dari bagian fakir dan
miskin. Sebab, bagi komunitas Muslim, masjid adalah termasuk dalam kebutuhan
primer.
b. Pada komunitas yang potensial mempunyai cadangan dana
untuk membangun masjid dari dana non zakat, maka tidak dapat menggunakan dana
zakat untuk membangun.
c. Adapun komunitas yang dalam bahaya perang ideologi, bila
memang dalam rangka membentengi mereka atau merehabilitasi aqidah mereka
diperlukan adanya masjid –baik sebelumnya sudah ada atau belum-, maka dapat
pula menggunakan dana zakat atas nama fi sabilillah.
Semoga penjelasan ini dapat memenuhi jawaban yang antum
harapkan. Wallahu a’lam.*
Diasuh Kholiq Budi Santoso, Lc., M.H.I
0 komentar:
Posting Komentar