Senin, 18 Mei 2020

Zakat Untuk Masjid Dan panti Asuhan.Bolehkah?


Bolehkah Zakat untuk Masjid dan Panti Asuhan?


Pada komunitas yang potensial mempunyai cadangan dana untuk membangun masjid dari dana non zakat, maka tidak dapat menggunakan dana zakat untuk membangun 

Assalamu’alaikum wr wb

Ustadz yang terhormat, bolehkah dana zakat diperuntukkan bagi pembangunan masjid atau asrama panti asuhan? Karena ada teman yang mengatakan kalau hal itu tidak boleh.

Mohon jawabannya, terima kasih –Dian
Jawab:
Wa’alaikum Salam Warahmatullah Wabarakatuh
Zakat adalah suatu bentuk kepedulian sosial yang Allah wajibkan atas kaum muslimin yang memenuhi syarat. Sektor-sektor sosial yang hendak dientaskan oleh zakat telah Allah tentukan sebagaimana firmannya:

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. at-Taubah: 60)

Tampak jelas bahwa secara langsung Allah tidak menyebut masjid/tempat ibadah dan panti asuhan adalah termasuk dalam bagian sektor yang dapat dibiayai oleh zakat. Dalam hadispun tidak didapati adanya riwayat Nabi menyatakan, melakukan maupun menyetujui adanya pendistribusian ke sektor itu. Namun, masalahnya, apakah keduanya termasuk dalam salah satu di antara asnaf 

(golongan/sektor) yang delapan itu?

Terkait dengan penggunaan untuk panti asuhan yang memang dikhususkan bagi anak-anak terlantar dan kekurangan, maka sangat mudah untuk dipahami akan kebolehannya, -terlepas apakah si terlantar tersebut yatim maupun tidak- sebab, mereka ini termasuk dalam golongan fakir atau miskin. Konsekwensinya, karena panti tersebut dibangun dengan menggunakan uang fakir miskin, maka secara permanen gedung tersebut beserta fasilitas yang dibiayai dengan jatah sektor itu, harus diperuntukkan bagi mereka.

Adapun pembangunan masjid apakah termasuk dalam salah satu di antara asnaf delapan, utamanya fi sabilillah?

Di sini terjadi perbedaan pendapat di antara ulama. Jumhur ulama berpendapat, makna fi sabilillah hanya terbatas pada jihad, sehingga bentuk-bentuk pendistribusian untuk membangun masjid, jembatan, jalan dan beasiswa pendidikan –misalnya- tidak dapat dibiayai dari jatah golongan ini.

Sementara al-Kasani dari Madzhab Hanafi memaknai fi sabilillah sebagai segala bentuk sektor kebaikan. Tetapi Madzhab Hanafi mensyaratkan, zakat harus diserahkan sebagai hak milik seseorang. Maka dari itu, sekalipun pembangunan masjid dan contoh lain di atas termasuk dalam sektor 

kebaikan, tetap saja tidak dapat dibiayai dengan dana zakat, sebab masjid tidak dapat dimiliki oleh seseorang, baik pribadi maupun kolektif. (Wahbah al-zuhaili, al-Fiqh al-Islami, II/875)

Dalam menengahi perbedaan ini, al-Qardhawi memperkuat pendapat jumhur ulama, fi sabilillah adalah jihad (perjuangan), tetapi dengan pengertian lebih luas yang meliputi perjuangan bersenjata (inilah yang lebih cepat ditangkap oleh pikiran), jihad ideologi (pemikiran), jihad tarbawi (pendidikan), jihad da’wi (dakwah), jihad dien (perjuangan agama), dan lain-lainnya. Sebab kesemuanya untuk memelihara eksistensi Islam dan menjaga serta melindungi kepribadian Islam dari serangan musuh (Fiqh al-Zakah : 638).

Maka dengan keluasan makna jihad ini, begitu pula makna asnaf yang lain, mengenai pembangunan masjid ini dapat dipilah sebagai berikut:

a. Untuk komunitas miskin yang belum ada masjid bagi mereka dan tidak mempunyai potensi dana sosial non zakat untuk membangunnya, maka boleh bagi mereka menggunakan dana zakat atas nama/dari bagian fakir dan miskin. Sebab, bagi komunitas Muslim, masjid adalah termasuk dalam kebutuhan primer.

b. Pada komunitas yang potensial mempunyai cadangan dana untuk membangun masjid dari dana non zakat, maka tidak dapat menggunakan dana zakat untuk membangun.

c. Adapun komunitas yang dalam bahaya perang ideologi, bila memang dalam rangka membentengi mereka atau merehabilitasi aqidah mereka diperlukan adanya masjid –baik sebelumnya sudah ada atau belum-, maka dapat pula menggunakan dana zakat atas nama fi sabilillah.

Semoga penjelasan ini dapat memenuhi jawaban yang antum harapkan. Wallahu a’lam.*

Diasuh Kholiq Budi Santoso, Lc., M.H.I


0 komentar:

Posting Komentar