Kisah Harun Ar-Rasyid dan Kisah Corona
HARUN ar-Rasyid, merupakan salah seorang khalifah
terbaik, masa Daulah Abasyiah. Harun ar-Rasyid yang dikenal memiliki
kekuasaannya sangat luas.
Meski demikian, tak membuatnya jemawa. Ia dikenal sebagai
pemimpin adil. Alim pula. Gemar mendatangkan/mendatangi para ulama, untuk
mendapatkan nasehat dari mereka.
Seperti hari itu. Bermula dari kegundahan hati, ia
mengundang seorang ulama yang terkenal akan kejuhudan dan ketawadhuannya.
Sesampai ulama itu dihadapnnya, dimintalah untuk memberikan
nasehat. Memulai wejangannya, ulama itu terlebih dahulu mengajukan sebuah
pertanyaan.
“Duhai baginda,” ujar ulama itu, “Sudi kiranya baginda
menjawab dengan jujur.”
“Kiranya baginda dalam perjalanan nan panjang. Semua bekal
habis. Baginda terserang rasa haus yang sangat. Bahkan nyaris merenggut nyawa
baginda.”
“Dalam waktu bersamaan. Tiba-tiba datang seseorang,
menawarka setengah gelas air. Yang dengan itu akan menyelamatkan nyawa baginda.
Berapakah harga yang akan baginda tawarkan untuk melepas dahaga baginda?”
“Setengah dari kerajaanku,” jawab sang khalifah, tanpa pikir
panjang.
“Lalu baginda,” sambung ulama itu, “Ketika baginda menengguk
air itu, kemudian tertahan. Sehingga anda pun terjatuh sakit. Untuk proses
penyembuhan. Mengeluarkan kembali air itu. Berapakah baginda akan membayar Si
Thabib?”
“Setengah yang kumiliki,” jawab Harun ar-Rasyid.
Setelah mendengar semua jawaban itu. Sang ulama itupun
memaparkan hikmah di balik pertanyaan yang diajukan.
“Ketahuilah, duhai baginda. Bahwa sesungguhnya segala
kekayaan dan kekuasaan yang baginda miliki, itu sejatinya hanya senilai
setengah gelas air saja.”
Menangis sesenggukanlah sang khalifah.
Lalu apa hubungannya Harun al-Rasyid dengan virus corona?
Tak ada hubungannya. Karena sang khalifah hidup beberapa
abad silam. Adapun corona (Covid 19) baru menyebar 2019. Hingga sekarang
(semoga Allah cepat mengangkatnya. Aamiin)
Lalu, untuk apa diangkat kisah di atas, kemudian
diseret-seret ke kasus corona?
Pertama, hanya menarik perhatian minat pembaca. Karena
corona berita ter “hot” saat ini. Selanjutnya. Ingin menyampaikan
prihal nilai/harga nyawa. Sebab, bicara soal corona, itu sama saja
mengangkat tema tentang keselamatan nyawa seseorang.
Karena virus ini, telah merenggut puluhan ribu nyawa
penduduk bumi. Untuk Indonesia saja ratusan lebih jumlahnya.
Innaa lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Anehnya. Meski tinggi jumlah angka kematian. Demikian pula
penyebaran corona. Pemerintah masih silang pendapat dalam penanganan.
Nampak jelas gugup dan gagap. Sehingga keputusannya
mencla-mencle. Hari ini ngomong gini, besoknya ngomong gitu. Bertentangan. Atau
kalau tidak, ambigu. Multi tafsir. Nggak jelas.
Pertimbangannya beragam. Ekonomi, politik, budaya, dan tetek
bengek lainnya.
Padahal ini masalah pertaruhan nyawa penduduk Indonesia.
Yang sudah jadi korban ratusan.
Pertanyaan mendasar; adakah yang lebih berharga, dari nyawa
di muka bumi ini?
Pertumbuhan ekonomi? Penting. Stabilitas politik? Perlu.
Tapi ketika semua itu dibenturkan dengan keselamatan nyawa
warga?
Masihkah semua itu dianggap jauh lebih penting.
Maka, dari kisah Harun ar-Rasih di atas kita harus belajar
tentang menghargai nyawa. Betapa tak berharganya kekuasaan. Semegah, seluas dan
sebesar apapun itu dibanding nyawa. Semua akan dikorbankan demi keselamatannya.
Seorang kepala keluarga saja berani mengorbankan apa yang
dimiliki. Hatta bertaruh nyawa, demi keselamatan nyawa sang anak dan
istrinya. Apalagi dalam kaca mata Islam. Satu nyawa itu setara dengan penduduk
bumi. Menjaganya, sama dengan menjaga kehidupan dunia. Membunuhnya, berarti
tengah membunuh seluruh umat manusia. Itulah nilai dari nyawa.
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ
مَنْ
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ
فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ
جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ
بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu (membunuh) orang lain , atau bukan karena membuat kerusakan
dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya . Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 32)
Sebagai penutup tulisan ini. Tertarik mengutip pernyataan
Presiden Ghana; Nana Addo Dankwa Akufo-Addo, ketika melakukan lockdown untuk
negaranya, guna mencegah penyebaran corona.
“We know how to bring the economy back life,. What we do not
know is how to bring people back life” (Kami tahu apa yang harus dilakukan
untuk menghidupkan kembali perekonomian. Apa yang kita tidak tahu adalah
bagaimana menghidupkan kembali manusia). *
0 komentar:
Posting Komentar