Ibrah Dibalik Nikmatnya Berbuka Puasa
BERJUMPA dengan bulan Ramadhan adalah karunia yang
sangat istimewa. Betapa tidak, momen yang akan kita lewati pada bulan ini sarat
dengan peluang. Bukan saja peluang mendulang pahala sebanyak-banyaknya. Pada
bulan ini pula tersaji banyak ibrah (pelajaran).
Jadi, Ramadhan bukan sekadar bulan berpuasa dan shalat
Tarawih. Lebih dari itu, Ramadhan adalah madrasah. Di dalamnya bertabur
tuntunan, bimbingan dan arahan nabawi yang merupakan bagian tak terpisahkan
dari pelaksanaan puasa itu sendiri. Sejak makan sahur hingga berbuka bimbingan
Nabiﷺ hadir memandu kita. Jika kita tunduk dan patuh pada bimbingan itu,
maka nilai puasa kita akan lebih maksimal.
Dalam urusan berbuka misalnya. Meski berbuka nampak hanya
urusan makan dan minum, tapi menjadi spesial karena di dalamnya ada petunjuk
dan arahan Nabi ﷺ yang mencerahkan. Tentu dibalik setiap perintah
selalu ada kebaikan yang menyertainya jika perintah itu diamalkan.
Menyegarakan Berbuka Puasa
عن سهل بن سعد – رضي الله عنه – أن رسول الله صلى الله عليه وسلم
قال: لا يزال الناس بخير ما عجلوا الفطر
“Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu anhu bahwasanya
Rasulullah ﷺ bersabda, “Manusia tetap dalam kebaikan selama mereka
menyegerakan berbuka puasa.” (Muttafaqunalaih)
Dalam Hadits ini Rasulullah ﷺ memotivasi kita
untuk menyegerakan berbuka. Dalam pandangan kita boleh jadi berbuka itu satu
hal yang sangat biasa dan lumrah. Tanpa ada perintah khusus, seorang tetap akan
melakukannya. Sebab, sebagai manusia memiliki naluri ingin makan ketika
sepanjang hari menahannya. Namun berbuka puasa tidak lagi sebatas makan dan
minum. Lebih dari itu, buka puasa telah menjadi perintah Rasulullah ﷺ.
Kita meyakini bahwa pada setiap perintah syar’i di dalamnya
terdapat maslahat. Syaikh Muhammad Husain al-Jizani berkata, “Syari’at ini
dibangun di atas prinsip mewujudkan maslahat dan mencegah mafsadat di dunia dan
di akhirat. Karenanya, syari’at tidak memerintahkan sesuatu kecuali jika di
dalamnya terdapat maslahat murni atau dominan.” (Ma’alim Ushul Fiqh Inda
Ahlissunnah Wal Jama’ah, h. 242).
Maslahat menyegerakan berbuka terlihat jelas pada lafaz
Hadits di awal. Syaikh al-Bassam ketika menjelaskan Hadits tersebut berkata,
“Menyegerakan berbuka adalah tanda menetapnya kebaikan kepada siapa saja yang
melakukannya sekaligus juga tanda hilangnya kebaikan bagi yang meninggalkannya.” (Taudhihul
Ahkam Min Bulughil Maram, 3/520).
Jadi, kesempatan merebut kebaikan pada
Ramadhan hadir setiap saat. Bahkan sampai perkara yang terkait makan dan minum
sekalipun. Adapun Makna menyegerakan dalam Hadits ini adalah jika telah dipastikan
masuknya waktu berbuka. (Ithaful Kiram, Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri,
h. 194).
Jika belum masuk waktunya, kita harus memastikan terlebih
dahulu. Jangan pernah menyegerakan berbuka jika belum tiba atau masih
meragukan. As-Shan’ani Rahimahullah ketika menjelaskan Hadits
tersebut berkata, “Hadits ini merupakan dalil disunnahkannya menyegerakan
berbuka jika telah tiba waktunya.” (Subulussalam, as- Shan’ani, h. 563).
Selain menyegerakan berbuka, masih banyak lagi sunnah lain
terkait dengan berbuka puasa. Semisal berbuka dengan kurma atau air putih. Anas
bin Malik, sahabat sekaligus pembantu Rasulullah ﷺ pernah
bertutur, “Rasulullah ﷺ selalu berbuka dengan ruthab sebelum shalat, jika
tidak ada maka dengan kurma, jika tidak ada beliau meneguk beberapa tegukan
air.” (Riwayat Abu Daud, Tirmidzi dan ia menghasankannya)
Kebaikan Mengikuti Sunnah
Rasulullah ﷺ tidak merinci jenis-jenis kebaikan
yang akan diraih orang yang menyegerakan berbuka. Salah satu tujuannya untuk
menegaskan bahwa kebaikan di dalamnya sangat banyak dan bersifat umum.
Namun jika kita membaca lebih jauh, beberapa kebaikan
berhasil diungkap oleh para ulama. Syaikh al-Bassam berkata, “Kebaikan yang
dimaksudkan adalah kebaikan berupa mengikuti sunnah dan tidak diragukan lagi,
mengikuti sunnah adalah sebab meraih kebaikan dunia dan akhirat.” (Taudhihul
Ahkam, 3/520).
Mengikuti Nabi ﷺ juga merupakan satu-satunya cara
yang Allah Ta’ala tetapkan untuk meraih cinta-Nya. Allah
berfirman, “Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha
Pengampun Maha Penyayang.” (Ali Imran [3]: 31). Terkait menyegerakan
berbuka, secara khusus Allah berfirman dalam dalam Hadits qudsi, “Hamba-Ku yang
paling aku cintai adalah hambaku yang menyegerakan berbuka.” (Riwayat
Tirmidzi).
Dari uraian ini semakin terasa jika Ramadhan sejatinya bulan
multi fungsi. Selain menawarkan fadhilah yang melimpah, Ramadhan juga kaya
dengan ibrah. Salah satunya spirit mengamalkan sunnah. Dalam Ramadhan kita
dilatih militan dalam mengamalkan sunnah. Tentu saja sunnah tidak saja dalam
urusan berbuka. Dalam Ramadan sunnah hadir dalam setiap aktivitas yang kita
jalankan. Sunnah hadir saat makan sahur, shalat Subuh, shalat Tarawih, membaca
al-Qur’an, dan amalan lainnya.
Sudakah kita melaksanakan itu semua dengan niat menjalankan
dan meraih keutamaan mengikuti sunnah? Ketika motif ini telah hadir dalam diri
kita, maka itu pertanda benih-benih cinta kita kepada Allah sudah mulai
bersemi. Sebaliknya, jika belum pernah terbesit dalam hati, maka ada
kekhawatiran akitivitas yang kita jalani tak lebih dari kebiasaan atau
ikut-ikutan. Secara kasat mata amalan bisa saja sama, tapi nilainya di sisi
Allah Ta’ala berbeda karena motif dan maksud yang menyertainya yang
berbeda.
Menyelisihi Orang Yahudi
Salah satu bentuk kebaikan dari menyegerakan berbuka adalah
menyelishi cara beribadah orang-orang kafir. Rasulullah ﷺ bersabda,
“…..Karena orang Yahudi dan Nashrani mengakhirkan berbuka hingga bermunculan
bintang-bintang.” (Riwayat Abu Daud).
Seorang Muslim tidak saja mengaku dalam ucapan, tapi harus
mampu menampakkan Islam dalam kehidupannya. Semua itu tidak mungkin tercapai
kecuali dengan bara’ atau berlepas diri dari kebiasaan orang-orang
kafir.
Pada bulan ini kita ditarbiyah untuk membuat tembok pemisah
antara kita dengan kebiasaan orang kafir. Bukan sekadar tampil beda. Menyelishi
kebiasaan orang kafir adalah tuntutan aqidah. Karena menyerupai orang kafir
akan menanamkan rasa cinta dan wala’ kepada mereka. Semoga Ramadhan
kita kali ini mampu dilaksanakan dengan sabar, ikhlas, dan mampu meraih
predikat takwa. Wallahu a’lam.*
0 komentar:
Posting Komentar