Apakah I’tikaf di Rumah Diperbolehkan?
I’TIKAF merupakan ibadah sekaligus gerbang masuk
untuk melaksanakan berbagai macam ibadah lainnya yang dilakukan di dalam
Masjid, seperti. Membaca al-Qur’an, berzikir, sholawat atau maulid, menutut
ilmu, sholat fardhu ataupun sholat sunnah, dan lain sebagainya. Artinya, ketika
seseorang yang melaksanakan ibadah di Masjid dan sekaligus meniatkan
untuk i’tikaf , maka ia akan mendapatkan nilai lebih di sisi Allah
SWT dibandingkan dengan orang yang hanya membaca al-Qur’an di Masjid tanpa
berniat i’tikaf .
Dalam hal i’tikaf ini, al-Qur’an telah
menjelaskan secara umum di dalam surat al-Baqarah ayat 187 :
ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا
ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam
mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”.
Kemudian Nabi Muhammad ﷺ mencontohkan ibadah i’tikaf ini
melalui perkataan dan perbuatannya secara jelas. Salah satunya adalah Nabi
Muhammad ﷺ melaksanakan ibadah i’tikaf di 10 hari terakhir
bulan Ramadhan dan ia tidak keluar dari masjid kecuali karena hajat. Lihat
: Syarah al-Yaqut al-Nafis ditulis oleh al-‘Allamah al-Habib Muhammad
bin Ahmad al-Syathiri, hlm.310.
Namun sangat disayangkan sekali, karena ada sebagian orang
atau dibeberapa tempat yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan ibadah i’tikaf di
Masjid pada saat musim wabah corona atau covid-19. Lalu apakah i’tikaf di
rumah selama wabah covid-19 ini diperbolehkan. Maka inilah di antara tujuan
penulis, yaitu untuk menjelaskan perkara-perkara penting terkait Fiqih I’tikaf .
Definisi I’tikaf
I’tikaf secara bahasa adalah menetap di suatu
tempat dan berdiam diri tanpa meninggalkan tempat tersebut, untuk melakukan
amal kebaikan. Dan secara istilahnya adalah Berdiam diri secara tertentu, bagi
orang tertentu di tempat tertentu dengan niat yang khusus. Lihat: al-Taqrirat
al-Sadidah ditulis oleh al-Habib Hasan bin Ahmad al-Kaf, hlm.460.
Artinya i’tikaf adalah menetapnya seorang Muslim yang memenuhi
syarat unruk beri’tikaf dengan beberapa ketentuannya di Masjid dalam
rangka ibadah kepada Allah SWT.
Keutamaan I’tikaf
Nabi ﷺ bersabda :
مَنْ مَشَى فِى حَاجَةٍ أَخِيْهِ كَانَ خَيْرًا لَهُ مِنْ اِعْتِكَافِ
عَشْرِ سِنِيْنَ وَمَنْ اِعْتِكَفَ يَوْمًا اِبْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
جَعَلَ اللهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ ثَلَاثَ خَنَادِقٍ كُلُّ خَنْدَقٍ أَبْعَدَ
مِمَّا بَيْنَ الخَافِقَيْنِ. (رواه الطبراني, المعجم الاوسط: 7322)
“Barangsiapa yang berjalan di dalam membantu keperluan
saudaranya, maka itu lebih baik baginya dari pada i’tikaf sepuluh
tahun lamanya. Dan barangsiapa yang beri’tikaf satu hari karena mengharap
ridho Allah SWT, maka Allah menjadikan di antara dia dan api neaka jarak sejauh
tiga khondaq / parit. Setiap khondaq dari khondak lainnya jaraknya sejauh langit
dan bumi”.(HR. Thabrani, Mu’jam Al-Awsath: 7322)
Oleh sebab itu, di samping memperhatikan ibadah i’tikaf .
Hendaknya bagi yang memiliki kesanggupan dan kelapangan harta agar membantu
saudara atau tetangga bahkan gurunya sekalipun, karena membantu keperluan
mereka juga merupakan ibadah istimewa yang sangat kurang diperhatikan pada saat
wabah corona ini.
Syarat I’tikaf :
Adapun syarat i’tikaf ada enam perkara,
yaitu.
Pertama, niat. Hal ini senada dengan hadits Nabi
Muhammad ﷺ“ innama al-a’mal bi an-niyat”. Lihat: al-Taqrirat
al-Sadidah ditulis oleh al-Habib Hasan bin Ahmad al-Kaf, hlm.460.
Jadi hal yang terpenting adalah perencanaan dan keinginan
yang kuat untuk melaksanakan ibadah ‘itikaf pada Ramadhan tahun ini yang
kebetulan sulit dilakukan karena wabah corona yang masih melanda.
Perlu diperhatikan, andaikan azzam i’tikaf tersebut
tidak terlaksanakan karena kondisi corona saat ini, maka ketahuilah bahwa Allah
SWT tidak akan rugi kalau hanya sekedar memberikan pahala i’tikaf kepada
hamba-hambaNya yang memiliki keinginan kuat untuk beribadah di Masjid. Nabi
Muhammad ﷺ bersabda :
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ
ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ
حَسَنَةً كَامِلَةً ، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ
عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ
“Sesungguhnya Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan
lalu Dia menjelaskannya. Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan
lantas tidak bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang
sempurna. Jika ia bertekad lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka
Allah mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang
banyak.” (HR. Bukhari no. 6491).
Namun tekad yang kuat tersebut tentu dibuktikan dengan
melaksanakan ibadah di rumah pada siang maupun pada malamnya.
Kedua, i’tikaf nya harus dilaksanakan dalam
masjid. Lihat: Umdah al-Salik wa Uddah al-Nasik ditulis oleh
Syihabuddin Abi al-Abbas Ahmad bin Naqib, hlm.170.
Dalam hal memenuhi syarat yang kedua ini tentu umat Islam
mendapatkan berbagai kesulitan saat pandemi ini. Namun perlu diketahui bahwa
menjaga kesehatan dan jiwa merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap
Muslim. Lalu apakah boleh melaksanakan ibadah i’tikaf di rumah
pada saat kondisi wabah ini. Adapun bagi perempuan melaksanakan i’tikaf di
dalam rumahnya tentu saja diperbolehkan menurut mazhab Imam Abu
Hanifah dan ini mu’tamad dalam madzhabnya. Apalagi di saat situasi wabah
sekarang ini atau terjadi fitnah apabila ia keluar untuk melaksanakan i’tikaf di
Masjid :
يجوز الِاعْتِكَاف فِي الْمَسْجِد وَالْأَفْضَل هُوَ فِي مَسْجِد
بَيتهَا
“Bagi perempuan boleh
melaksanakan i’tikaf di dalam Masjid, namun jika
ia i’tikaf di masjid baitiha (tempat yang dikhusukan untuk
sholat di dalam rumah) maka itu lebih utama”. (Lihat: Tuhfah
al-Fuqaha’ ditulis oleh Abu Bakar ‘Alauddin al-Samarqandi, hlm.373)
Lalu apakah diperbolehkan juga bagi laki-laki untuk i’tikaf di
tempat yang dikhususkan untuk sholat di dalam rumahnya. Maka di saat kondisi
saat ini tentu harus mempertimbangkan pendapat ulama yang memperbolehkan hal
tersebut. Menurut pandangan sebagian ulama Mazhab Syafi’i memperbolehkan i’tikaf di
dalam rumah, dengan mengikuti nalar “jika shalat sunnah saja yang paling utama
dilakukan di rumah, maka i’tikaf di rumah semestinya bisa
dilakukan”.
Hal demikian seperti yang disampaikan oleh Imam Ar-Rafi’i:
ولو اعتكفت المرأة في مسجد بيتها وهو المعتزل المهيأ للصلاة هل
يصح فيه قولان (الجديد) وبه قال مالك وأحمد لا لان ذلك الموضع ليس بمسجد في الحقيقة
فأشبه سائر المواضع ويدل عليه ان نساء النبي صلى الله عليه وسلم كن يعتكفن في المسجد
ولو جاز اعتكافهن في البيوت لاشبه ان يلازمنها (والقديم) وبه قال ابو حنيفة نعم لانه
مكان صلاتها كما ان المسجد مكان صلاة الرجل وعلي هذا ففى جواز الاعتكاف فيه للرجل وجهان
وهو اولي بالمنع ووجه الجواز ان نفل الرجل في البيت افضل والاعتكاف ملحق بالنوافل
“Wanita melaksanakan i’tikaf di masjid rumahnya,
maksudnya adalah ruangan tempat menyendiri (di rumah) yang dikhususkan untuk
shalat, apakah hal tersebut sah? Dalam pembahasan ini terdapat dua pendapat .(
Qaul jadid, yaitu pendapat baru Imam Syafi’i), Imam Malik dan Imam Ahmad
berpandangan tidak sah, sebab tempat tersebut bukanlah masjid secara hakiki,
karena tak ubahnya seperti tempat-tempat lainnya. Pendapat ini juga didasari
dalil bahwa para istri Rasulullah melaksanakan i’tikaf di masjid. Kalau
saja boleh beri’tikaf di rumah, niscaya mereka menetapkannya atau
melazimkannya. (Qaul qadim, yaitu pendapat yang lama) dan Abu Hanifah
berpendapat boleh i’tikaf di rumah (ruangan yang dikhususkan untuk
shalat), sebab tempat tersebut merupakan tempat sholat bagi wanita, seperti
halnya masjid merupakan tempat sholat bagi kaum laki-laki. Berdasarkan pendapat
ini, maka dalam permasalahan bolehnya i’tikaf di rumah bagi
laki-laki juga terdapat dua pendapat, meskipun lebih utama bagi laki-laki untuk
tidak i’tikaf di tempat tersebut. Dalil bolehnya i’tikaf di rumah
bagi laki-laki adalah pemahaman bahwa shalat sunnah bagi laki-laki yang paling
utama adalah dilaksanakan di rumah, maka ibadah i’tikaf mestinya sama
dengan ibadah shalat sunnah” . (lihat: Fath al-‘Aziz bi Syarh
al-Wajiz= al-Syarah al-Kabir li Rafi’i, Syekh Abdul Karim bin Muhammad
ar-Rafi’i, juz 6, hlm. 502-503).
Ketiga, syarat i’tikaf selanjutnya
adalah suci dari hadats besar. (Lihat: Muqoddimah al-Hadramiyah,
ditulis oleh al-Allamah Abdullah bin Abdurrahman Ba Fadhol, hlm. 140). Artinya
setelah mandi junub , maka ibadah i’tikaf kembali
diperbolehkan.
Keempat, Berakal. (Lihat: al-Anwar al-Masalik ditulis
oleh Syekh Muhammad al-Zuhri al-Ghumrowi, hlm.170). Jika di tengah
menjalani i’tikaf seseorang menjadi gila, maka i’tikaf nya
dihukumi batal.
Kelima, berdiam diri minimal seukuran tuma’ninah sholat
lebih sedikit ( Sekitar 5 detik). (Lihat: Fath al-Mui’in ditulis oleh
Syekh Zainuddin Ahmad al-Malibari, hlm.277).
Keenam, Islam, (lihat: Mandzumah al-Zubad, ditulis
oleh Ibnu Ruslan al-Syafi’i, hlm.162). maksudnya tidak sah i’tikaf nya
orang non Muslim.
Hukum I’tikaf di dalam rumah
Dari beberapa pandangan ulama di atas dapat ditarik
kesimpulan. Bahwa jika memang tidak memungkinkan untuk melaksanakan i’tikaf di
dalam masjid sebagaimana biasanya. Maka pendapat imam Abu Hanifah dan pendapat
imam Rafi’i merupakan hal yang sangat tepat untuk diikuti pada saat wabah
corona ini.
Disamping itu hendaknya juga berazam yang kuat di dalam hati
untuk beri’tikaf di masjid, hal ini tentu dibuktikan dengan
memperbanyak amal ibadah di dalam rumah (tempat yang dikhususkan untuk ibadah)
seperti, membaca al-Qur’an, berzikir, sholawat atau maulid, sholat sunnah
tarawih,dll. Kemudian hendaknya juga memperhatikan orang-orang disekitar yang
kekurangan ekonomi dengan membantu hajat atau keperluan mereka saudara
seiman. Allahu a’lam.*
0 komentar:
Posting Komentar